Peranan Kepala Sekolah Dalam Manajemen Sarana Dan Prasarana

A.Kepemimpinan

1.Konsep Dasar Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah subyek yang telah lama menjadi perhatian dunia ini. Dulu orang beranggapan bahwa studi kepemimpinan tidak dapat dibentuk sejak lahir, namun dalam studi empiris menunjukkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses pencapaian dan sangat logis untuk dipelajari, dipahami, dan pada akhirnya ditularkan kepada orang lain. Lembaga sekolah sebagai salah satu bentuk organisasi formal didalamnya senantiasa akan terdiri dari unsur tujuan, sekumpulan orang (pegawai, guru, dan siswa), serta adanya hierarki kewenangan. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan sekaligus agar dapat menggerakkan dan memotivasi orang-orang yang terlibat dalam situasi tersebut, diperlukan adanya suatu kepemimpinan.

Menurut Terry (1997: 410), “Leadership is the relationship in wich one person, the leader, influences others to work together willingly on related task to attain that which the leader desires”. Kepemimpinan adalah hubungan antar orang di mana pemimpin mempengaruhi orang lain ke arah kemauan bersama dalam hubungannya dengan tugas-tugas untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan pemimpin.

Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi

banyak ditentukan oleh pemimpin, karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi bersangkutan. Perumus serta penentu strategi dan taktik adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.

Lunenberg dan Ornstein (2000: 114), “Leadership is a relationship between two or more people in which influence and power are unevenly distributed”. Maksud dari pernyataan di atas adalah kepemimpinan adalah hubungan antara dua orang atau lebih dimana pengaruh dan kekuasaan didistibusikan tidak merata.

Kepemimpinan menurut Griffin (2003: 68) adalah proses sekaligus atribut. Kepemimpinan sebagai proses, berfokus pada apa yang sebetulnya dilakukan pemimpin. Lebih lanjut Griffin mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan penggunaan pengaruh tanpa ada paksaam untuk membentuk tujuan-tujuan organisasi, memotivasi perilaku kearah pencapaian tujuan-tujuan tersebut, dan membantu mendefinisikan kultur organisasi. Kepemimpinan sebagai atribut, adalah sekelompok karakteristik yang dimiliki oleh individu yang dipandang sebagai pemimpin.

Mengacu pada pengertian di atas, apabila seorang pemimpin ingin menggerakkan para bawahan kearah pencapaian tujuan maka pemimpin harus: (1) menghindarkan diri dari sikap memaksa, (2) pemimpin harus mampu melakukan perbuatan dengan cara meyakinkan bawahan bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Jadi, pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan.

Pengertian yang sama dengan Terry, Lunenburg, dan Robbins dikemukakan oleh Mulyasa (2006: 107) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pada kepemimpinan terdapat hubungan antar manusia, yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan/ketaatan para pengikut karena dipengarugi oleh kewibawaan pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin.

Nurkolis (2006: 154), “Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi”. Kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain kea rah tujuan tertentu adalah sebagai indikator keberhasilan seorang pemimpin. Menurut Wahyudi (2009:120),

“Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan”.

Kepemimpinan menurut Terry dan Ornstein memiliki persamaan. Persamaan dari kedua pandangan tersebut adalah sama-sama menekankan pada hubungan antar orang yaitu antara pemimpin dan yang dipimpin. Orang hanya bisa dipengaruhi apabila ada hubungan yang menyebabkan orang melakukan apa yang diinginkan pemimpin. Griffin lebih menekankan kepada proses dan atribut yaitu apa yang harus dilakukan pemimpin untuk mempengaruhi orang lain dan karakteristik apa yang dimiliki oleh individu yang dipandang sebagai pemimpin.

Griffin juga menekankan bahwa kepemimpinan tidak menggunakan unsur paksaan atau tidak dengan kekerasan, sedangkan Nurkolis (2006), Mulyasa (2006), dan Wahyudi (2009) lebih menekankan pada kemampuan seseorang untuk menggerakkan, mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela untuk mencapai tujuan.

2.Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 2002: 83).

Starratt (2007: 16) menyatakan bahwa kepala sekolah merupakan agen berbagai komponen. Komponen pertama adalah negara. Kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan dan haluan negara dalam mengupayakan pendidikan paling baik bagi anak-anak di sekolah. Komponen kedua adalah komunitas lokal yang bertugas melayani kebutuhan orang tua dan siswa. Tugas kepala sekolah adalah menganalisis berbagai macam kebutuhan. Komponen ketiga adalah para pendidik. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas profesionalitas kerja para pendidik dan mengatasi permasalahan pendidikan baik yang ada di ruang kelas maupun di lingkungan sekolah. Selain itu kepala sekolah juga diharapkan mampu mengapresiasikan hasil

karya para pendidik dan menyediakan kesempatan pengembangan profesi

pendidik.

Guna  melaksanakan tugasnya tersebut  dibutuhkan adanya kepemimpinan

kepala  sekolah yang  efektif dalam  melaksanakan tugasnya.  Menurut  Mulyasa

(2003: 126) kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dapat dilihat berdasarkan

kriteia berikut ini:

a.Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.

b.Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

c.Mampu manjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujan sekolah dan pendidikan.

d.Berhasil dalam meneerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain disekolah.

e.Bekerja dengan tim manajemen, serta

f.Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah

seorang guru yang mempunyai kompetensi yang diberi tugas untuk memimpin

segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat berdaya guna

secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.

Jadi apabila pengertian kepemimpinan dipadukan dengan pengertian kepala

sekolah, Hendyat Soetopo (1984: 4) menyimpulkan kepemimpinan kepala sekolah

sebagai satu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan

menggerakkan orang lain yang ada hubungan dengan pengembangan ilmu

pendidikan dan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, agar kegiatan-kegiatan

yang dijalankan lebih efisien dan efektif. Pada pencapaian tujuan-tujuan

pendidikan serta pengajaran dan ketercapaian tujuan pendidikan sangat tergantung

pada tanggung jawab, kecakapan, dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolahnya.

3.Tanggung Jawab dan Fungsi Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan personil yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berlangsung di sekolah, baik kegiatan pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan upaya pengembangan dan memajukan sekolah.

Soemanto (1982: 38) menyatakan bahwa, kepala sekolah memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin di bidang pembelajaran dan kurikulum, administrasi kesiswaan, personalia, hubungan masyarakat, administrasi sarana prasarana, dan organisai sekolah. Ia juga berperan menjalankan tugas-tugas manajerial,

menjalankan kepemimpinan untuk memajukan pembelajaran, dan mengembangkan kepemimpinan staf sekolah.

Sedangkan menurut Daryanto (2005: 8), kepala sekolah memiiki tanggung jawab dan wewenang penuh untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian hasil pendidikan dan pembelajaran disekolah. Inisiatif dan kreatifitas yang mengarah pada kemajuan sekolah merupakan tanggung jawabnya.

Sujud (2005: 81) menyebutkan beberapa fungsi kepala sekolah, yaitu: (1) perumus tujuan kerja dan pembuat kebijakan sekolah, (2) mengatur tata kerja sekolah, dan (3) supervisor kegiatan sekolah yang meliputi (mengawasi, menggerakkan, mengevaluasi, dan membimbing kegiatan). Kepala sekolah

mempunyai fungsi dan tugas penting yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan atau proses pendidikan dan pembelajaran disekolah. Kepala sekolah bertugas menyusun rencana dan program sekolah, membina kesiswaan, pembelajaran dan ketenagaan serta melaksanakan kerjasama dengan masyarakat.

4.Kompetensi Kepala Sekolah

Kepala sekolah sebagai pengatur jalannya proses belajar mengajar di sekolah memiliki standar kompetensi yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut:

a.Kompetensi Kepribadian

1)Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.

2)Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

3)Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.

4)Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.

5)Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.

6)Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.

b.Kompetensi Manajerial

1)Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.

2)Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.

3)Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.

4)Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

5)Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik.

6)Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal.

7)Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.

8)Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.

9)Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas peserta didik.

10)Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional.

11)Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan, dan efisien.

12)Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.

13)Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

14)Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.

15)Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah.

16)Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.

c.Kompetensi Kewirausahaan

1)Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

2)Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

3)Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah/madrasah.

4)Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah.

5)Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

d.Kompetensi Supervisi

1)Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

2)Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.

3)Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.

e.Kompetensi Sosial

1)Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.

2)Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

3)Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

B.  Sarana dan Prasarana Pendidikan

1. Pengertian Sarana dan Prasarana

Menurut Mulyasa (2007: 49), Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Sementara prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, dan taman, tetapi jika dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran Biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. Prasarana pendidikan dapat dikatakan sebagai perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan sarana pendidikan adalah segala

sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat/media dalam mencapai maksud atau tujuan.

Selanjutnya Yusak Burhanuddin (2005: 3) mendefinisikan bahwa sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar-mengajar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien.

Menurut Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam buku Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana (2008: 273) sarana pendidikan merupakan semua fasillitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien. Sedangkan menurut Ibrahim Bafadal (2004: 3), prasarana pendidikan adalah

semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.

Berdasarkan berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang secara langsung menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. sedangkan yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi dimanfaatkan secara langsung untuk prose belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran biologi, halaman

sekolah sebagai sekaligus lapangan olah raga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

2.Macam-macam Sarana dan Prasarana

Terkait hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi (1987)

mengklasifikasikannya menjadi beberapa macam sarana pendidikan, yaitu:

a.Ditinjau dari habis tidaknya dipakai

Apabila dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu:

1)Sarana pendidikan yang habis dipakai.

Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang

apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Contohnya adalah kapur tulis yang biasanya digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran, besi, kayu, dan kertas karton yang seringkali digunakan oleh guru dalam mengajar materi pelajaran keterampilan. Semua contoh tersebut merupakan sarana pendidikan yang apabila dipakai satu kali pakai atau beberapa kali bisa habis dipakai atau berubah sifatnya.

2)Sarana pendidikan yang tahan lama.

Sarana pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe dan beberapa peralatan olah raga.

b.Ditinjau dari bergerak tidaknya pada saat digunakan.

1)Sarana pendidikan yang bergerak

Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindahkan sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya, merupakan sarana pendidikan yang bisa dipindahkan kemana-mana bila diinginkan. Demikian pula bangku sekolah termasuk sarana pendidikan yang bisa digunakan atau dipindahkan kemana saja.

2)Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak

Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saja suatu sekolah yang sudah memiliki saluran dari PDAM. Semua peralatan yang berkaitan dengan itu, seperti pipanya, relative tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat-tempat tertentu.

c.Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar.

Terkait hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar, contohnya kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang tidak secara langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang tidak secara langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu:

1.Prasarana yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan dan ruang laboratorium.

2.Prasarana yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Contohnya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah dan tempat parkir kendaraan (Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, 2008: 274).

Media pendidikan mempunyai peranan yang  lain dari alat peraga. Media

pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara di dalam

proses belajar mengajar, untuk lebih mempertinggi efektifitas dan efisiensi, tetapi

dapat pula sebagai pengganti peran guru.

3.Standar Sarana Prasarana SMP/MTs

Standar sarana dan prasarana Sekolah Menengah Pertama/Madrasah

Tsanawiyah (SMP/MTs)  diatur  dalam Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional

Nomor 24 Tahun 2007, yakni diuraikan sebagai berikut:

Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:

a.Ruang kelas

Ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak

memerlukan  peralatan  khusus,  atau  praktek  dengan  alat  khusus  yang  mudah

dihadirkan; Jumlah minimum  ruang kelas sama dengan banyak rombongan

belajar; Kapasitas maksimum ruang kelas 32 peserta didik; Rasio minimum luas

ruang kelas 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik

kurang dari 15 orang. Luas minimum ruang kelas 30 m2. Lebar minimum ruang

kelas 5 m; Ruang kelas memiliki jendela yang memungkinkan pencahayaan yang

memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar

ruangan; Ruang kelas memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru

dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan; ruang kelas dilengkapi sarana sebagaimana mestinya.

b.Ruang Perpustakaan

1)Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempet kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.

2)Luas minimum ruang perpustakaan sama dengan satu setengah kali luas ruang kelas. Lebar minimum ruang perpustakaan 5 m.

3)Ruang perpustakaan dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku.

4)Ruang perpustakaan terletak di bagian sekolah/madrasah yang mudah dicapai.

5)Ruang perpustakaan dilengkapi sarana perpustakaan.

c.Ruang Laboratorium IPA

1)Ruang laboratorium IPA berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran IPA secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.

2)Ruang laboratorium IPA dapat menampung minimum satu rombongan belajar.

3)Rasio minimum luas ruang laboratorium IPA 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium IPA 5 m.

4)Ruang laboratorium IPA dilengkapi dengan fasilitas untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan mengamati objek percobaan.

5)Tersedia air bersih.

6)Ruang laboratorium IPA dilengkapi sarana laboratorium IPA.

d.Ruang Pimpinan

1)Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah/majelis madrasah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya
2)Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar minimum 3 m.

3)Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah/madrasah, dapat dikunci dengan baik.

4)Ruang pimpinan dilengkapi dengan sarana ruang pimpinan.

e.Ruang Guru

1)Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya.
2)Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik dan luas minimum 40 m2

3)Ruang guru mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.

4)Ruang guru dilengkapi dengan sarana ruang guru.

f.Ruang Tata Usaha

1)Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi sekolah/madrasah.

2)Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m2/petugas dan luas minimum 16 m2.

3)Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah/madrasah ataupun dari luar lingkungan sekolah/madrasah, serta dekat dengan ruang pimpinan.

4)Ruang tata usaha dilengkapi dengan sarana ruang tata usaha.

g.Tempat Beribadah

1)Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah/madrasah.

2)Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap SMP/MTs, dengan luas minimym 12 m2.
3)Tempat beribadah dilengkapi dengan sarana tempat ibadah.

h.Ruang Konseling

1)Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

2)Luas minimum ruang konseling 9 m2.

3)Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.

4)Ruang konseling dilengkapi dengan sarana ruang konseling.

i.Ruang UKS

1)Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan di sekolah/madrasah.
2)Luas minimum ruang UKS 12 m2.

3)UKS dilengkapi dengan sarana ruang UKS.

j.Ruang Organisasi Kesiswaan

1)Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan.
2)Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m2.

3)Ruang organisasi kesiswaan dilengkapi dengan sarana ruang OSIS.

k.Jamban

1)Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil.

2)Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru. Jumlah minimum jamban tiap sekolah/madrasah 3 unit.

3)Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.
4)Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan.

5)Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

6)Jamban dilengkapi dengan sarana jamban.

l.Gudang

1)Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan sekolah/madrasah yang

tidak/belum berfungsi, dan tempat menyimpan arsip sekolah/madrasah yang telah berusia lebih dari 5 tahun.
2)Luas minimum gudang 21 m2.

3)Gudang dapat dikunci

4)Gudang dilengkapi dengan sarana gudang.

m. Ruang Sirkulasi

1)Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah/madrasah dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah/madrasah.

2)Ruang sirkulasi horizontal berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan sekolah/madrasah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m.

3)Ruang sirkulasi horizontal dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik, beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

4)Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.

5)Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

6)Jarak tempuh terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

7)Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh denga tinggi 85-90 cm.

8)Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

9)Ruang sirkulasi vertikal dilengkapi pencahayaan dan penghawaaan yang cukup.

n.Tempat Bermain/Berolahraga

1)Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.
2)Tempat bermain/berolahraga memiliki rasio luas minimum 3 m2/peserta didik. Apabila jumlah peserta didik kurang dari 334 orang, luas minimum tempat bermain/olahraga adalah 1000 m2.

3)Di dalam luas tersebut terdapat tempat berolahraga berukuran minimum 30 m x 20 m yang memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan olahraga.

4)Tempat bermain sebagian ditanami pohon peghijauan.

5)Tempat bermain/berolahraga tidak digunakan untuk tempat parkir.

6)Tempat bermain/berolahraga dilengkapi dengan sarana tempat bermain/olahraga.

C. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

1.Konsep Manajemen Sarana dan Prasarana

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan secara efektif dan efisien (Ibrahim Bafadal, 2003: 24). Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di sekolah perlu didayagunakan dan dikelola untuk kepentingan proses pembelajaran di sekolah. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien.

Menurut Rohiat (2010: 26), manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan yang mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan/material bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar. Guna mendayagunakan semua fasilitas yang dimiliki agar dapat memberikan kontribusi yang baik dalam proses pendidikan, maka sarana prasarana pendidikan tersebut harus dikelola dengan baik. Kegiatan pengelolaan sarana dan prasarana di sekolah membutuhkan suatu proses sebagaimana terdapat dalam manajemen yang ada pada umumnya, yaitu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Segala sesuatu yang dibutuhkan oleh sekolah perlu direncanakan dengan cermat berkaitan dengan sarana dan prasarana yang mendukung semua proses pembelajaran.

Menurut Suharsimi Arikunto & Lia Yuliana (2012: 187), manajemen sarana atau sering juga disebut sebagai manajemen materiil yaitu segenap proses

penataan yang bersangkut paut dengan pengadaan. Pendayagunaan dan pengelolaan sarana pendidikan agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah suatu proses pendayagunaan semua sarana prasarana pendidikan yang ada dengan efektif dan efisien guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

2.Proses Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sekolah perlu meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan program pendidikan dan pengajaran dengan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar siswa. Untuk melaksanakan hal tersebut, maka pengelolaan sarana dan prasarana perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah pemeliharaan dan pengawasan tentang sarana dan prasarana tersebut. Bilamana hal-hal di atas dilakukan dengan baik, maka sarana dan prasarana dapat dipakai dan digunakan dengan perasaan yang menyenangkan oleh para pemakainya.

Ibrahim Bafadal (2004: 7) menyatakan bahwa kegiatan manajemen sarana dan prasarana pendidikan itu meliputi: pengadaan, pendistribusian, pemakaian dan pemeliharaan, inventarisasi dan penghapusan.

a. Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Aktifitas pertama dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana dan prasarana. Kegiatan ini biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan di sekolah,

menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, dihapuskan atau sebab-sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun anggaran mendatang. Berkenaan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah ada beberapa hal yang perlu difahami, di antaranya yakni:

1)  Perencanaan Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Suatu kegiatan administrasi/manajemen/pengelolaan yang baik dan tidak gegabah tentu diawali dengan suatu perencanaan (planning/programming) yang matang dan baik dilaksanakan demi menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang tidak diinginkan.

Dua orang teoritisi administrasi lain yang menjelaskan tentang prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah Emery Stoops dan Russel E. Johnson (1969). Pasangan penulis tersebut menegaskan bahwa prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah:

1.Pembentukan panitia pengadaan barang atau perlengkapan

2.Penetapan kebutuhan perlengkapan
3.Penetapan spesifikasi

4.Penetapan harga satuan perlengkapan
5.Pengujian segala kemungkinan

6.Rekomendasi
7.Penilaian kembali

Ketika melaksanakan kegiatan pembentukan panitia perencanaan pengadaan barang, kepala sekolah juga menunjuk komite sekolah sebagai anggota panitia. Komite sekolah merupakan wadah atau organisasi kerjasama orangtua/wali siswa dan tokoh masyarakat yang peduli pendidikan dengan kepala sekolah beserta seluruh guru yang ada di sekolah masing-masing (Sukirno, 2006: 1).

Selanjutnya menurut Tim Pengembangan Dewan Pendidikan Komite

Sekolah Depdiknas RI (2007: 6), komite sekolah memiliki peran sebagai berikut.

1.Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di tingkat satuan pendidikan.

2.Pendukung (supporting agency) baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

3.Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

4.Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.

Berdasarkan  uraian  tentang  prosedur  perencanaan  pengadaan  sarana  dan

prasarana pendidikan di sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, dapat

ditegaskan bahwa proses perencanaan pengadaan sarana dan prasarana di sekolah

tidak mudah. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan bukanlah

sekadar sebagai upaya pencarian ilham, melainkan upaya memikirkan

perlengkapan yang diperlukan di masa yang akan datang dan bagaimana

pengadaannya secara sistematis, rinci  dan  teliti berdasarkan informasi yang

realistis tentang kondisi sekolah (Ibrahim Bafadal, 2004: 27).

2). Pengadaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan

Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan  rencanapengadaan sarana dan prasarana yang telah  disusun sebelumnya. Seringkali sekolah mendapatkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Nasional Provinsi, dan Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten. Namun bantuan tersebut dalam jumlah terbatas dan tidak selalu ada, sehingga sekolah dituntut untuk selalu berusaha juga melakukan pengadaan perlengkapan dengan cara lain.

Ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pengelola perlengkapan sekolah

untuk mendapatkan perlengkapan yang dibutuhkan sekolah, antara lain dengan

cara:

a)Pembelian, untuk membeli sarana dan prasarana di sekolah dapat ditempuh dengan cara membeli di pabrik, membeli di toko dan memesan.

b)Hadiah atau sumbangan, selain dengan cara membeli, perlengkapan sekolah juga bisa diperoleh dari hadiah atau sumbangan perorangan maupun organisasi, badan-badan atau lembaga-lembaga tertentu.

c)Tukar menukar, untuk memperoleh tambahan sarana dan prasarana, pengelola sarana dan prasarana sekolah bisa mengadakan hubungan kerjasama dengan pengelola sarana dan prasarana sekolah lainnya. Hubungan kerjasama tersebut berupa saling menukar perlengkapan sekolah.

d)Meminjam, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah bisa dilakukan dengan cara meminjam kepada pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak yang dapat dipinjam adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru-guru ataupun orang tua murid (Ibrahim Bafadal, 2003: 32).


b. Pendistribusian Sarana dan Prasarana Sekolah

Barang-barang perlengkapan sekolah (sarana dan prasarana) yang telah

diadakan  dapat  didistribusikan.  Pendistribusian  atau  penyaluran  perlengkapan

merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggungjawab dari seorang

penanggungjawab penyimpanan kepada unit-unit atau orang-orang yang

membutuhkan barang itu. Terdapat tiga langkah yang sebaiknya ditempuh oleh

bagian penanggungjawab penyimpanan atau penyaluran, yaitu: (1) penyusunan

alokasi barang; (2) pengiriman barang; (3) penyerahan barang (Ibrahim Bafadal,

2004: 32).

Pendistribusian  peralatan  dan  perlengkapan  pengajaran ini  harus berada

dalam tanggung jawab salah seorang anggota staf yang ditunjuk. Karena

pelaksanaan tanggungjawab ini hanya bersifat ketatausahaan maka kurang tepat

jika kepala atau guru sendiri yang langsung melaksanakannya yang paling tepat

adalah pegawai tata usaha. Kebijaksanaan pendistribusian ini hendaklah ditekankan kepada efisien dan fleksibilitas, maksudnya bila diperlukan sewaktu-waktu segera dapat disediakan (Daryanto, 2001: 52).

c. Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana Dan Prasarana Pendidikan

1)  Penggunaan/Pemakaian Sarana dan Prasarana Pendidikan

Begitu barang-barang yang telah diadakan itu didistribusikan kepada bagian-bagian kelas, perpustakaan, laboratorium, tata usaha atau personel sekolah berarti barang-barang tersebut sudah berada dalam tanggungjawab bagian-bagian atau personel sekolah tersebut. Atas pelimpahan itu pula pihak-pihak tersebut berhak memakainya utnuk kepentingan proses pendidikan di sekolahnya. Pada kaitannya dengan pemakaian perlengkapan pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu diperhatikan yaitu prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Dengan prinsip efektifitas berarti semua pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus digunakan semata-mata dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsng maupun tidak langsung. Sedangkan dengan prinsip efisisiensi berarti pemakaian semua sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara hemat dan dengan hati-hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis, rusak atau hilang (Ibrahim Bafadal, 2004: 42).

Selain itu menurut Eka Prihatin (2011: 61), yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sarana dan prasarana adalah:

1.Menyusun jadwal penggunaan harus dihindari benturan dengan kelompok lainnya.

2.Hendaklah kegiatan-kegiatan pokok sekolah yang merupakan prioritas pertama.

3.Waktu/jadwal penggunaan hendaknya daijukan pada waktu awal tahun ajaran.

4.Penugasan/penunjukkan personil sesuai dengan keahlian pada bidangnya.

5.Penugasan/penunjukkan personil sesuai dengan keahllian pada bidangnya, misalnya: petugas laboratorium, perpustakaan, operator komputer, dan sebagainya.

6.Penjadwalan dalam penggunaan sarana dan prasarana sekolah.

2)Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan

J. Mamusung (Eka Prihatin, 2011: 60) pemeliharaan adalah suatu kegiatan dengan pengadaan biaya yang termasuk dalam keseluruhan anggaran persekolahan dan diperuntukan bagi kelangsungan “building” dan “equipment” serta “furniture” termasuk penyediaan biaya bagi kepentingan perbaikan dan pemugaran serta penggantian. Agar setiap barang yang kita miliki senantiasa dapat berfungsi dan digunakan dengan lancar tanpa banyak menimbulkan gangguan/hambatan maka barang-barang tersebut perlu dirawat secara baik dan kontinu untuk menghindari adanya unsur-unsur pengganggu/perusaknya. Dengan demikian kegiatan rutin untuk mengusahakan agar barang tetap dalam keadaan baik dan berfungsi baik pula (running well) disebut pemeliharaan atau perawatan (service).
Kegiatan pemeliharaan dapat dilakukan menurut ukuran waktu dan menurut ukuran keadaan barang. Pemeliharaan menurut ukuran waktu dapat dilakukan setiap hari (setiap akan/sesudah memakai) dan secara berkala atau dalam jangka waktu tertentu sesuai petunjuk penggunaan (manual), misalnya 2 atau 3 bulan sekali (seperti mesin tulis) atau jam pakai tertentu (mesin statis). Pemeliharaan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh penanggungjawabnya, atau memanggil tukang/ahli servis untuk melakukannya, atau membawanya ke bengkel servis.

Pada prinsipnya kegiatan pemeliharaan dilakukan agar setiap sarana dan prasarana itu senantiasa siap pakai dalam proses/kegiatan belajar mengajar. Aktifitas, kreatifitas serta rasa tanggung jawab adalah kunci dari keberhasilan kegiatan pemeliharaan demi optimalisasi daya pakai dan daya guna setiap barang kita (Ari H. Gunawan, 1996: 146).

d. Inventarisasi Sarana dan Prasarana Sekolah

Salah satu aktifitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Pada umumnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik Negara secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan ketentan-ketentuan atau pedoman-pedoman yang berlaku.

Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapkan akan tercipta ketertiban administrasi barang, penghematan keuangan, mempermudah dalam pemeliharaan dan pengawasan. Lebih lanjut, inventarisasi mampu menyediakan data dan informasi untuk perencanaan. Kegiatan inventarisasi perlengkapan pendidikan meliputi dua kegiatan, yaitu:

1)Kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pembuatan kode barang perlengkapan.

Barang-barang perlengkapan di sekolah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu barang inventaris dan barang bukan inventaris. Barang inventaris adalah keseluruhan perlengkapan sekolah yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama, seperti meja, bangku, papan tulis, buku

perpustakaan sekolah dan perabot-perabot lainnya. Sedangkan barang-barang bukan inventaris adalah semua barang habis pakai, seperti kapur tulis, karbon, kertas, pita mesin tulis dan barang-barang yang statusnya tidak jelas.

Baik barang inventaris maupun barang bukan inventaris yang diterima sekolah harus dicatat di dalam buku penerimaan. Setelah itu, khusus barang-barang inventaris dicatat di dalam buku induk inventaris dan buku golongan inventaris. Sedangkan khusus barang-barang bukan inventaris dicatat di dalam buku induk bukan inventaris dan kartu (bisa berupa buku) stok barang (Ibrahim Bafadal. 2004: 57).

Kegiatan lainnya yang berkaitan dengan inventaris perlengkapan pendidikan di sekolah adalah membuat kode barang dan menuliskannya pada badan perlengkapan pendidikan di sekolah, terutama yang tergolong sebagai barang inventaris. Kode barang adalah sebuah tanda yang menunjukkan kepemilikan barang. Kode tersebut ditulis pada barang yang sekiranya mudah dilihat dan dibaca. Tujuan pembuatan dan penulisan kode adalah untuk memudahkan semua pihak dalam mengenal kembali semua perlengkapan pendidikan di sekolah, baik ditinjau dari kepemilikan, penanggungjawab maupun jenis dan golongannya.

Biasanya kode barang itu berbentuk angka atau numerik. Ukurannya disesuaikan dengan besar kecilnya barang perlengkapan yang akan diberi kode, dengan warna yang berbeda dari warna dasar barang sehingga mudah dibaca. Biasanya warna kode tersebut adalah putih atau hitam (Ibrahim Bafadal, 2004: 59).

2.Kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan laporan.

Semua perlengkapan pendidikan di sekolah atau barang inventaris sekolah harus dilaporkan, termasuk perlengkapan baru kepada pemerintah, yaitu departemennya.Sekolah-sekolah swasta wajib melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang. Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap triwulan, misalnya pada setiap bulan Juli, Oktober, Januari dan April tahun berikutnya.

Biasanya di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana demikian halnya, maka pelaporannya pun harus dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin dan laporan barang proyek (Ibrahim Bafadal, 2004: 61).

e. Penghapusan Sarana dan Prasarana Pendidikan

Yang dimaksud dengan penghapusan adalah kegiatan yang mempunyai tujuan untuk menghapuskan barang-barang milik Negara dari daftar inventaris Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghapusan sebagai salah satu fungsi dari pengelolaan perlengkapan mempunyai arti sebagai berikut.

1) Mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi kerugian yang lebih besar, yang disebabkan oleh:

a)Pengeluaran yang semakin besar untuk pemeliharaan/perbaikan barang-barang yang kondisinya semakin buruk.

b)Pemborosan biaya untuk pengamanan barang-barang kelebihan atau barang-

barang lain yang karena beberapa sebab tidak dipergunakan lagi.

2)Meringankan beban kerja inventarisasi

3)Membebaskan barang dari tanggung jawab satuan organisasi yang mengurusnya menurut peraturan dan ketentuan yang berlaku (Piet A. Sahertian, 19
94: 198). Barang-barang yang dapat dihapuskan dari daftar inventaris harus memenuhi salah satu atau lebih dari syarat-syarat di bawah ini:

1.Keadan rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau dipergunakan lagi

2.Perbaikan akan menelan biaya yang besar sekali sehingga merupakan pemborosan uang Negara.

3.Secara teknis dan ekonomis kegunaan tidak seimbang dengan biaya pemeliharaan.

4.Penyusutannya berada di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya bahan-bahan kimia).

5.Barang kelebihan yang jika disimpan lebih lama, akan rusak dan tidak dapat dipakai lagi.

6.Ada penurunan efektifitas kerja, misalnya dengan mesin tulis baru sebuah konsep dapat diselesaikan dalam waktu lima hari, tetapi dengan mesin tulis yang hampir rusak harus diselesaikan dalam waktu 10 hari.

7.Dicuri, terbakar, diselewengkan, musnah akibat bencana alam, dan sebagainya.

Sebagaimana disampaikan oleh Ary H. Gunawan (1996: 151), dalam

pelaksanaan penghapusan dikenal dua jenis cara, yaitu:

1.Menghapus dengan menjual barang-barang melalui kantor lelang Negara prosedurnya adalah sebagai berikut:

a.Pembentukan Panitia Penjualan oleh Pimpinan Unit Utama (Rektor, Kopertis, dsb) yang bersangkutan.

b.Melaksanakan sesuai prosedur lelang.

c.Mengikuti cara pelanggan yang berlaku.

d.Pembuatan “risalah lelang” oleh kantor lelang, yang menyebutkan banyaknya nama barang, keadaan barang yang dilelang serta nama dan alamat pelelang serta harga jualnya.

e.Pembayaran uang lelang yang disetorkan pada kas Negara, selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah hari lelang.

f.Biaya lelang dan biaya lainnya (dana sosial, MPO, dsb) yang dibebankan pada pembeli/pemenang lelang.

2.Pemusnahan

Menurut Ari H. Gunawan (1996:151), pemusnahan terhadap barang barang yang diusulkan untuk dihapus harus sesuai surat keputusan untuk dimusnahkan, maka pemusnahannya dilakukan unit kerja yang bersangkutan dengan disaksikan oleh pejabat pemerintah daerah setempat (minimal Lurah/Kades) dan atau kepolisian Negara, serta mengikuti segala tata cara pemusnahan yang berlaku (dibakar, dikubur, dsb).

D. Kepala Sekolah dalam Pengelolaan Sarana dan Prasarana

1.Peranan Kepala Sekolah Sebagai Manajer

Mulyasa (2005: 103) menyatakan bahwa dalam menjalankan fungsi dan perannya sebagai manajer, maka kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. Manajer adalah orang yang mengatur pekerjaan atau kerjasama di antara berbagai kelompok atau sejumlah orang untuk mencapai sasaran. Manajer berwenang dan bertanggung jawab membuat rencana, mengatur, memimpin serta mengendalikan suatu kerja sama untuk mencapai sasaran.

Kepala sekolah sebagai manajer, dalam pelaksanaannya kepala sekolah melaksanakan semua fungsi manajemen. Terry (1997: 4) menjelaskan pengertian manajemen, “Management is a distinc process consisting of planning, organizing,

actuating, and controlling, performedia determine and accomplish stated objectives by the use of human beings and other recources”.

Manajemen adalah proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan potensi manusia dan sumber daya lainnya.

Dari pengertian ini, maka kepala sekolah sebagai manajer sekolah mengatur dan mengelola segenap potensi sekolah melalui tahap merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi potensi-potensi tersebut untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. a. Perencanaan


Perencanaan adalah tindakan menentukan tujuan apa yang akan dicapai, apa langkah yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, di mana dilakukan, siapa yang melakukan, serta kapan dilakukan tentang suatu upaya untuk mencapai tujuan sekolah yang ditetapkan. Perencanaan sarana prasarana sekolah dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu (1) mengadakan analisis terhadap materi pelajaran yang mana yang membutuhkan alat atau media dalam penyampaiannya dan kemudian dibuatkan daftar kebutuhan alat-alat media, (2) mengadakan perhitungan perkiraan biaya, (3) menyusun prioritas kebutuhan, (4) menunda pengadaan alat untuk perencanaan tahun berikutnya, dan (5) menugaskan kepada staf untuk melaksanakan pengadaan (Depdiknas, 2007: 13). b. Pengorganisasian


Mengorganisasikan artinya mengatur dan menyusun bagian-bagian (orang dan sebagainya) sehingga seluruh bagian tersebut menjadi satu kesatuan

(Depdiknas, 2001: 803). Pada tahap ini kepala sekolah mengatur, menyusun, menetapkan potensi-potensi sekolah yang ada meliputi guru, staf, dan pihak-pihak yang terkait menjadi satu kesatuan fungsi untuk mendukung upaya pencapaian tujuan.

Pada pengorganisasian sekolah, kepala sekolah perlu mengetahui karakteristik kemampuan guru dan staf lainnya, sehingga dapat menempatkan mereka pada posisi sesuai serta mengetahui tugas apa yang sedang dikerjakan, sehingga tidak menjadi beban tugas yang berlebihan. c. Penggerakkan atau Pelaksanaan

Menurut Depdiknas (2007: 36), pelaksanaan manajemen sarana dan prasarana dimaksudkan berkaitan dengan penggunaannya dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, perlu adanya pengarahan yakni berupa informasi, petunjuk, bimbingan, kepada guru dan peserta didik mengenai penggunaan sarana dan prasarana. Pelaksanaan atau penggunaan sarana prasarana mengikuti beberapa pengaturan agar sarana prasarana yang dimiliki bisa digunakan secara optimal. Pengaturan tersebut meliputi aturan tempat penyimpanan sarana prasarana berdasarkan frekuensi penggunaan sarana prasarana pendidikan, karakteristik kelompok sasaran pengguna sarana prasarana, tujuan pembelajaran, penggunaan media, respon siswa, dan keefektifan media/sarana.

Menurut Yusak Burhanuddin (2005: 5), kegiatan penggunaan sarana prasarana pendidikan didasarkan pada beberapa hal, antara lain.

1)Menganalisis karakteristik umum kelompok sasaran, usianya, jenjang pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal.

2)Merumuskan tujuan pembelajaran yaitu kemampuan baru yang diharapkan dimiliki siswa setelah selesai pembelajaran.

3)Memilih, memodifikasi atau merancang/mengembangkan materi dan sarana yang tepat.

4)Menggunakan materi dan media (sarana).

5)Respon siswa yang diharapkan yakni guru sebaiknya mendorong siswa untuk bisa memberikan respon dan umpan balik mengenai keefektifan proses pembelajaran.

6)Mengevaluasi proses pembelajaran, yaitu untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa mengenai tujuan pembelajaran, keefektifan media/sarana, pendekatan, dan pencapaian guru.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan atau

penggunaan sarana prasarana mengikuti beberapa pengaturan agar sarana

prasarana yang dimiliki bisa digunakan  secara optimal. Pengaturan  tersebut

meliputi  aturan  tempat penyimpanan  sarana  prasarana berdasarkan  frekuensi

penggunaan sarana prasarana pendidikan, karakteristik kelompok sasaran

pengguna sarana  prasarana, tujuan  pembelajaran, penggunaan  media, respon

siswa, dan keefektifan media/sarana.


2.Peranan Kepala Sekolah Sebagai Administrator

Peran administrator kepala sekolah dalam mengelola sarana prasarana

menurut Jamal Ma’mur Asmani (2012: 102) yaitu mengupayakan ketersediaan

dan kesiapan sarana dan prasarana sekolah (laboratorium, perpustakaan, kelas,

peralatan, perlengkapan, dan sebagainya), mengelola program perawatan

preventif, pemeliharaan, serta perbaikan sarana dan prasarana, mengidentifikasi

spesifikasi sarana dan prasarana sekolah, mengelola pembelian atau pengadaan

sarana  dan prasarana  beserta  asuransinya,  mengelola  administrtasi sarana  dan

prasarana sekolah, serta memonitor dan  mengevaluasi  sarana dan  prasarana

sekolah yang menjadi peranannya menjadi kepala sekolah sebagai administrator dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah.

Mulyasa (2004: 108) menyatakan bahwa kemampuan mengelola administrasi sarana dan prasarana sekolah harus diwujudkan dalam pengembangan kelengkapan data administrasi gedung dan ruang, pengembangan data administrasi meubeler, pengembangan kelengkapan data administrasi alat mesin kantor (AMK), pengembangan kelengkapan data administrasi buku atau bahan pustaka, pengembangan kelengkapan data administrasi alat laboratorium, serta pengembangan kelengkapan data administrasi alat bengkel dan workshop.

Dari pernyataan yang telah disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa peran administrator kepala sekolah meliputi kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, penggunaan, dan pengendalian / evaluasi dalam hal pengelolaan sarana dan prasarana sekolah.


DAFTAR PUSTAKA
Anto Rahardi. (2012). Peranan Kepala Sekolah dalam Pengembangan Sarana Prasarana Lembaga Pendidikan Islam di Sekolah Amanasak, Pattani, Thailand. Skripsi. FIP-UNY.

Anwar Idochi. (2003). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan Teori, Konsep, dan Isu. Bandung: Alfabeta.

Ary H. Gunawan. (1996). Administrasi Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Burhan Bungin. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Daryanto. (2005). Administrasi Pendidikan . Jakarta: Rineka Cipta

Mulyasa. (2006). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Eka Prihatin. (2011). Teori Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Griffin,  R.W.  (2004).  Manajemen (edisi ketujuh).  (Alih  bahasa:  Gina  Ganis).
Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hendyat Soetopo. (1984). Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Husaini Usman. (2010). Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan. Jakarta:

Bumi Aksara.

Ibrahim Bafadal. (2004). Manajemen Perlengkapan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Isye Metriah. (2010). Upaya Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Sarana Prasarana Pendidikan di SMA Negeri 7 Solok Selatan. Tesis. PPs-UNY.

Kartini Kartono. (2010). Pemimpin dan Kepemimpinan Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lexy J. Moleong. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Lunenberg, F.C. and Ornstein, A.C. (2000). Educational Administration.
Balmont: Wadworth/Thomson Learning.

Fathurohcman. (2004). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Universitas Mercu Buana Press.

Nana, Syaodih, & Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Ngalim  Purwanto.  (2008).  Administrasi  dan  Supervisi Pendidikan.  Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nurkolis. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Grasindo.

Nur Masriyah. (2006). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Agama Islam, Malang: Usaha Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana.

Piet A. Sahertian. (1994). Dimensi Administrasi. Surabaya: Usaha Nasional.

Siagian, S.P. (2006). Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soewadji Lazaruih. (1987)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »