Pemimpin dalam
Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti yang
tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5: “Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”. Dalam ayat tersebut
dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang mendapat
amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah
orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang
tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin (yang sesungguhnya).
Pemimpin sering
juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang
pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan
minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin
yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah SWT untuk mengurus dan
melayani umat/masyarakat.
Hakikat Kepemimpinan
Al-Quran dan
Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana
seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Ada dua hal yang harus
dipahami tentang hakikat kepemimpinan. Pertama, kepemimpinan dalam pandangan
Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan
masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah SWT.
Kepemimpinan
adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar
dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang
gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani
rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk
memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang
pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan
kemewahan di dunia. Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr,
meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah
sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila
disia-siakan)”(H.R. Muslim). Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika
seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata: “Ya
Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah
kepadamu. “Maka jawab Rasulullah SAW: “Demi Allah Kami tidak mengangkat
seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada
jabatan itu” (H.R. Bukhari Muslim).
Kedua,
kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan,
penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan
golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara
dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa
memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22,
“Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan
antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.
Kriteria Pemimpin
Para ulama telah
lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria
yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin.
Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul
sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu jujur, kebenaran dan
kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan
tugasnya. Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang
menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan
kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah
SWT. Lawannya adalah khianat. (3) Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal
yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul.
Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan
bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan
transparansi). Misalnya harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada rakyat
visi, misi dan program-programnya serta segala macam peraturan yang ada secara
jujur dan transparan. Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan
melindungi (kesalahan).
Selain ke empat
sifat diatas, perlu diketahui pula syarat pemimpin dalam Islam lainnya seperti
yang dijabarkan berikut ini:
1. Beragama Islam, Beriman dan Beramal Shaleh,
Pemimpin beragama Islam (QS. Al-Maaidah 5: 51), dan sudah barang tentu pemimpin
orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya.
Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai,
tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang
mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
2. Niat yang Lurus, Sesungguhnya setiap amal
perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
sesuai dengan niatnya… (HR Bukhari&Muslim). Karena itu hendaklah menjadi
seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan Allah.
3. Laki-Laki, Dalam Al-qur’an surat An nisaa’ (4)
:34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)…”.
Selain itu rasullulah SAW pun bersabda: “Tidak akan beruntung suatu kaum yang
menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.” (HR
Al-Bukhari).
4. Tidak Meminta Jabatan, Rasullullah bersabda kepada
Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu, ”Wahai Abdul Rahman bin samurah!
Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan
diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab
sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena
permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR
Bukhari&Muslim)
5. Berpegang pada Hukum Allah, Allah berfirman,
”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (Al-Maaidah:49).
6. Memutuskan Perkara Dengan Adil, Rasulullah
bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang
dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan
oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (HR Baihaqi dari
Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Tidak Menerima Hadiah, Seorang rakyat yang
memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi,
entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang
pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah bersabda,
“Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (HR Thabrani).
8. Kuat dan Sehat, …sesungguhnya orang yang paling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya (Al Qashas 28: 26).
9. BerLemah Lembut, Doa Rasullullah: “Ya Allah,
barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka
persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia
berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya”
10.
Tegas dan bukan Peragu, Rasulullah bersabda,
“Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak
mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
Memilih Pemimpin
Dengan
mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat
apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih
pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Pertanggung jawaban atas
pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang
mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif
dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cermin” siapa mereka.
Hal ini sesuai dengan pepatah yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian,
demikian terangkat pemimpin kalian”.
Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang: “Mengapa saat Abu
Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman
dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau? Jawab Ali: “Karena saat Abu
Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku
dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya
adalah kamu dan orang-orang sepertimu” (Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51).
“Apabila Allah
menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka
orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan
peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan.
Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan
pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya
orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di
tangan orang-orang kikir.” (HR. Ad-Dailami)
Demikianlah
Al-Quran dan Hadits menekankan bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi
pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah sama pentingnya
dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar.
Wallahu ‘alam
Bisshawab
EmoticonEmoticon